Selasa, 25 Agustus 2009

Ujian buat Nia

Langkah lesunya kembali melunglai. Wajah tertunduknya menampakan raut kelesuhan serta kesedihan yang tak dapat ia sembunyikan dari siapapun. Sekalipun ia tak pernah tersenyum, karena kebimbangannya yang menyelimuti setiap gerak langkahnya semenjak peristiwa dua hari yang lalu.
Mungkin Nia sendiri merasa membodohi dirinya sendiri karena dengan mudahnya tertipu hingga merugi sebegitu banyak. Saat itu Nia tidak sempat berdiskusi dengan rekan-rekannya yang lain, bahkan berpikirpun ia tak lagi dapat menerawang.
Cita-citanya untuk memajukan sekolah TK yang selama ini ia perjuangkan sekaligus sebagai tempat untuk mencari nafkah telah musnah menjadi harapan kosong.
Waktu itu seseorang yang bernama Pak Basri menghubunginya lewat telepon. Pria itu mengaku sebagai seorang ketua dinas pendidikan kantor wilayah. Niatnya ingin memberikan bantuan dengan iming-iming yang sangat menggiurkan.
Betapa bahagianya Nia saat Pak Basri mengatakan bahwa mereka akan memberikan bantuan dana sebesar 100 juta rupiah untuk TKnya. Ini seperti yang sudah pernah dijanjikan oleh salah seorang anggota dinas pendidikan di kantor wilayah tersebut. Dan ia berpikir mungkin inilah saatnya harapan itu terkabul Nia pun tidak ragu lagi, setiap kata-kata yang menggiurkan itu keluar dari mulut pak Basri membuat Nia semakin tidak sabar untuk segera mencairkan dana tersebut.
Dengan syarat, ia harus mentransfer uang pajak senilai 10juta untuk bisa mengeluarkan dana yang besar itu. Awalnya ia ingin berdiskusi sementara waktu dengan guru-guru di TKnya. Namun desakan Pak Basri yang menyuruhnya utnuk segera mentransfer uang tersebut dalam batas waktu jam 12 siang, membuatnya alih-alih kerepotan mengambil uang dari kas TK dan secepat mungkin pergi ke Bank terdekat untuk mengirim uang yang diminta.
Wajahnya berseri-seri bahagia sambil menunggu uang 100 juta itu ada direkeningnya sampai jam 3 sore. Ia sudah merencanakan banyak hal, mau diapakan uang sebanyak itu untuk sekolah tercintanya. Hal yang lazim dipikirkan oleh seorang kepala sekolah bargaji kecil seperti Nia. Ia pernah berjanji akan ikut mensejahterahkan guru-guru di TK Pelangi, sesuai dengan permintaan mereka selama ini.

Dan bila hal ini terwujud teman-temanya yang selama ini hanya bergaji 250 ribu rupiah perbulan akan mendapatkan bonus yang lumayan besar dari dana bantuan ini.
Nia telah lama menunggu hingga jam sudah mengarah pada pukul 17:25 sore. Sepersenpun belum ada uang yang terkirim di rekeningnya. Ia mulai bimbang, Nia mencoba menhubungi Pak Basri lewat telepon genggamnya. Yang ada hanya mail box. Hingga dua puluh kali Nia mencoba menghubungi nomor tersebut, tapi hasilnya tetap nihil.
Ia coba bertanya pada pegawai bank yang dari awal sudah merasa aneh dengan tingkah Nia yang grusah-grusuh. Pegawai bank tersebut mengatakan “Mungkin ini Cuma penipuan, mbak”.
Jantungnya dalam sekejap seolah berhenti, pikiran yang tadinya menerawang jauh indah berubah seketika menjadi awan gelap disertai badai petir yang seakan menghantam kepalanya kemudian menghempasnya sejauh mungkin. Nia mencoba untuk berpikir jernih, tapi tetap tidak bisa.
Emosinya menaik, air matanya langsung meluap deras mendengar kata-kata pegawai bank tersebut. Dugaan yang sama seperti yang Nia pikirkan. Waktu tak dapat diputar kembali, angan-angannya berujung penyesalan dengan celaan yang membodohi dirinya sendiri. Ia hanyalah korban penipuan yang mungkin juga terhipnotis hingga membuat pikirannya kosong dan mengeruk uang kas milik sekolah untuk mengikuti rayuan terkutuk itu.
Nia tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan uang itu untuk menutupi kerugian yang ia buat. Otaknya buntu, dengan air mata yan beruraian pula Nia menceritakan peristiwa itu pada rekan-rekannya serta kepada yayasan sekolah.
Sebagian merasa iba padanya, dan sebagian pula membodohi Nia dengan tindakannya yang terlalu mudah tergiur pada sesorang yang bahkan tidak pernah ia ketahui wajahnya. Namun walau bagaimnapun itu bukanlah kesalahannya, Nia hanya korban hipnophone. Mungkin bukan hanya dia yang menjadi korban, tetapi juga guru-guru kecil lain yang memiliki angan-angan sama seperti dirinya. Dan itu memang terbukti setelah penyelidikan yang dilakukan oleh salah seorang polisi yang juga merupakan teman di yayasannya.
Nia seperti orang linglung beberapa hari ini, hanya anak-anak di TK Pelangilah yang dapat menghiburnya, juga beberapa guru yang memaklumi keadaannya.
Ia masih punya kesempatan mendapat bantuan dari yayasan serta organisasiny juga guru-guru yang lain untuk mengembalikan uang 10 juta yang hilang itu. Kalau dia sendiri yang mengatasi hal ini, gaji kecilnya tidak akan cukup untuk menutupi kerugian tersebut.mungkin akan butuh waktu seumur hidupnya.
Disaat seperti inilah yang Nia harapkan dapat membantunya lewat partisipasi rekannya juga yayasan. Mereka mengadakan rapat digedung TK malam ini. Kelima guru TK Pelangi hadir disitu, begitu juga pengurus yayasan serta organisasi turut menghadiri rapat. Perdebatan yang rumit ditengah rapat.
Beberapa orang menolak untuk ikut membantu karena mereka berpikir bahwa itu adalah murni kesalahan Nia yang dengan bodohnya percaya begitu saja dengan iming-iming yang tidak masuk akal. Berulang kali Nia membantah hal itu, saat itu Nia memang tidak sadar dengan apa yang dilakukannya. Namanya juga sudah na’as, tidak ada orang yang bisa mengelak.
Namun hal yang paling menyakitkan hatinya adalah, saat Imah, salah seorang guru TK Pelangi yang sekaligus juga teman seperjuangannya membantah serta menolak untuk membantu Nia. Bahkan Imah menolak untuk mengeluarkan dana yayasan selaku bendahara untuk mencairkan dana bantuan senial 2 juta dari kantong kas.
Padahal awalnya Imah yang paling ngotot untuk bisa merasakan cipratan dana bantuan 100 juta tersebut. Tapi sekarang disat seperti ini, Imah sama sekali tidak mau mengeluarkan uang sepersenpun untuk membantu Nia mengurangi kesulitannya. Imah benar-benar sudah lupa dengan kebaikan Nia selama ini yang selalu berusaha untuk bisa mensejahterakan dia juga guru-guru yang lain.
Sepanjang rapat, Imah selalu membodoh-bodohi Nia yang terlanjur tersayat hatinya dengan kata-kata culas temannya. Imah mungkin tidak dapat merasakan penderitaan yang dialami Nia seandainya dia yang ada diposisi Nia. Pasti ia akan merasa serba salah.
Hingga rapat kelima, imah tidak juga mau mengeluarkan dana dari kas, padahal ketua yayasan sudah berulang kali memperingatinya.
Nia selau mencoba untuk bersabar, ia yakin suatu hari Tuhan akan memberikan bantuanya dengan cara lain yang tidak disangka-sangka. Dan doannyapun terkabul, seorang caleg partai yang dikenal oleh ketua yayasan mendengar hal ini, dan mengajukan diri untuk membantu Nia dengan memberikan dana sebesar 5 juta untuk menutupi kerugian. Sebagian kerugiannya akan dikutip perorang dari organisasi.
Nia merasa sangat bersyukur, tak putus-putus ia mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan atas bantuan yang tak terduga ini. Namun Nia tidak akan pernah lupa dengan olokan Imah yang telah membuatnya teramat sakit hati.
Kini Nia bisa merasa tenang kembali, pagi ini ia hadapi dengan nafas lega tanpa beban yang pernah melesukan semangatnya. Ia bisa memandangi anak-anak TK nya yang ceria mengelilinginya begitu riang.
Nia menghampiri Mita, yang merupakan salah satu guru di TK Pelangi. Ia ingin bercerita tentang semangatnya yang kembali ada juga tidurnya yang nyenyak tak seperti sebelumnya. Mita sedang berbicara dengan seseorang lewat handphone. Wajah terkejut terpasang diraut wajah Mita saat berbicara dengan orang yang ada dibalik telepon. Mata Mita mengarah pada Nia yang ingin segera tahu kenapa wajah Mita seketika berubah aneh.
“Itu tadi bu Imah, dia bilang hari ini ia tidak bisa datang mengajar karena suaminya kecelakaan parah tadi malam.” Ujar Mita memberi tahu. Bukannya wajah simpatik yang muncul diraut muka Nia, ia malah tersenyum mendengar kabar barusan. Doa orang yang teraniyaya memang pasti terkabul, dan hukum karma tetap berlaku.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

thank's for your comment